Tradisi merayakan maulid Nabi SAW. 12 Rabiul Awwal (sebagian
ada yang mengatakan 9 Rabiul Awwal, juga ada yang mengatakan 17 Rabiul Awwal)
tidak hanya ada di Indonesia, tapi merata di hampir semua belahan dunia Islam.
Kalangan awam di antara mereka barangkali tidak tahu
asal-usul kegiatan ini. Tetapi mereka yang sedikit mengerti hukum agama akan
tahu bahwa perkara ini tidak termasuk bid`ah yang sesat karena tidak terkait
dengan ibadah mahdhah atau ritual peribadatan dalam syariat.
Alasan di atas dapat dilihat dari bentuk isi acara maulid Nabi yang sangat bervariasi tanpa ada aturan yang baku. Semangatnya justru pada momentum untuk menyatukan gairah ke-Islaman. Mereka yang melarang peringatan maulid Nabi SAW. sulit membedakan antara ibadah dengan syi’ar Islam. Ibadah adalah sesuatu yang baku (given/tauqifi) yang datang dari Allah SWT, tetapi syi’ar adalah sesuatu yang ijtihadi, kreasi umat Islam dan situasional serta mubah. Perlu dipahami, sesuatu yang mubah tidak semuanya dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Alasan di atas dapat dilihat dari bentuk isi acara maulid Nabi yang sangat bervariasi tanpa ada aturan yang baku. Semangatnya justru pada momentum untuk menyatukan gairah ke-Islaman. Mereka yang melarang peringatan maulid Nabi SAW. sulit membedakan antara ibadah dengan syi’ar Islam. Ibadah adalah sesuatu yang baku (given/tauqifi) yang datang dari Allah SWT, tetapi syi’ar adalah sesuatu yang ijtihadi, kreasi umat Islam dan situasional serta mubah. Perlu dipahami, sesuatu yang mubah tidak semuanya dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Imam as-Suyuthi mengatakan dalam menananggapi hukum perayaan
maulid Nabi SAW., “Menurut saya asal perayaan maulid Nabi SAW., yaitu
manusia berkumpul, membaca al-Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW. sejak
kelahirannya sampai perjalanan hidupnya. Kemudian dihidangkan makanan yang
dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak
lebih. Semua itu tergolong bid’ah hasanah (sesuatu yang baik). Orang yang
melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW., menampakkan
suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhamad saw. yang mulia.” (Al-
Hawi Lil-Fatawa, juz I, h. 251-252)
Terkait dengan bid’ah, Imam Syafi’i menjelaskan, “Sesuatu
yang diada-adakan (dalam agama) ada dua macam: Sesuatu yang diada-adakan (dalam
agama) bertentangan dengan Al-Qur’an, Sunnah Nabi SAW., prilakuk sahabat, atau
kesepakatan ulama maka termasuk bid’ah yang sesat; adapun sesuatu yang
diada-adakan adalah sesuatu yang baik dan tidak menyalahi ketentuan (al Qur’an,
Hadits, prilaku sahabat atau Ijma’) maka sesuatu itu tidak tercela (baik).”
(Fathul Bari, juz XVII: 10)
Membaca Sholawat
Membaca shalawat adalah salah satu amalan yang disenangi
orang-orang NU, disamping amalan-amalan lain. Ada shalawat “Nariyah”, ada
sholawat Badr, ada “Thibbi Qulub”. Ada shalawat “Tunjina”, dan masih banyak
lagi. Belum lagi bacaan “hizib” dan “rawatib” yang tak terhitung banyaknya.
Semua itu mendorong semangat keagamaan dan cita-cita kepada Rasulullah
sekaligus ibadah.
Salah satu hadits yang membuat kita rajin membaca shalawat
ialah sabda Rasulullah, “Siapa membaca shalawat untukku, Allah akan
membalasnya 10 kebaikan, diampuni 10 dosanya, dan ditambah 10 derajat baginya.
Makanya, bagi orang-orang NU, setiap kegiatan keagamaan bisa disisipi bacaan
shalawat dengan segala ragamnya.
Hadits Ibnu Mundah dari Jabir, ia mengatakan Rasulullah SAW. bersabda, “Siapa membaca shalawat kepadaku 100 kali maka Allah akan mengabulkan 100 kali hajatnya; 70 hajatnya di akhirat, dan 30 di dunia. Sampai kata-kata … dan hadits Rasulullah yang mengatakan: Perbanyaklah shalawat kepadaku karena dapat memecahkan masalah dan menghilangkan kesedihan. Demikian seperti tertuang dalam kitab an-Nuzhah.
Hadits Ibnu Mundah dari Jabir, ia mengatakan Rasulullah SAW. bersabda, “Siapa membaca shalawat kepadaku 100 kali maka Allah akan mengabulkan 100 kali hajatnya; 70 hajatnya di akhirat, dan 30 di dunia. Sampai kata-kata … dan hadits Rasulullah yang mengatakan: Perbanyaklah shalawat kepadaku karena dapat memecahkan masalah dan menghilangkan kesedihan. Demikian seperti tertuang dalam kitab an-Nuzhah.
Rasulullah di alam barzakh mendengar bacaan shalawat dan
salam dan dia akan menjawabnya sesuai jawaban yang terkait dari salam dan shalawat
tadi. Seperti tersebut dalam hadits. Rasulullah SAW. bersabda: Hidupku, juga
matiku, lebih baik dari kalian. Kalian membicarakan dan juga dibicarakan,
amal-amal kalian disampaikan kepadaku; jika saya tahu amal itu baik, aku memuji
Allah, tetapi kalau buruk aku mintakan ampun kepada Allah. (Hadits riwayat
Al-hafizh Ismail Al-Qadhi, dalam bab shalawat ‘ala an-Nabi). Imam
Haitami dalam kitab Majma’ az-Zawaid meyakini bahwa hadits di atas
adalah shahih. Hal ini jelas bahwa Rasulullah memintakan ampun umatnya
(istighfar) di alam barzakh. Istighfar adalah doa, dan doa Rasul untuk umatnya
pasti bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar